Sejarah kepahlawanan adalah sejarah kemenangan. Belum terdengar ada tokoh yang dicatat sejarah sebagai pahlawan yang sangat dikenang karena mereka kalah di medan perang. Semua tokoh pahlawan yang sangat dikenang adalah tokoh-tokoh yang dianggap menang oleh zamannnya.
Ini membawa dampak sangat panjang pada perkembangan generasi manusia
selama ribuan tahun. Mitos tua tentang pahlawan harus selalu menang
membawa dampak ke mana-mana. Angka bunuh diri yang meningkat terus,
angka perceraian yang tidak bisa diturunkan, kisah kekerasan membawa
nama agama yang semakin menyentuh di mana-mana, memang disebabkan oleh
banyak sekali hal. Namun sulit mengingkari, kalau semua ini memiliki
keterkaitan dengan mitos tua kalau pahlawan harus selalu menang.
Padahal sejarah sudah mencatat secara terang-benderang, tidak ada
manusia yang selalu menang. Seperti putaran sampah dan bunga indah,
semuanya berputar. Orang yang disebut benar di suatu hari, bisa disebut
salah di lain hari. Tokoh yang ditinggikan di suatu waktu, bisa
direndahkan di lain waktu. Suka tidak suka demikianlah hukum yang
berlaku di alam ini.
Melihat banyaknya tokoh yang sangat bernafsu untuk menang, bahkan
dengan cara melukai jiwa banyak orang, tampaknya akan butuh waktu sangat
lama untuk menulis ulang mitos kepahlawanan. Dari seseorang yang
diimajinasikan selalu menang, menjadi seseorang yang bisa menemukan
keindahan kasih sayang di balik kekalahan.
Namun selama apa pun perjalanan ke sana, mesti ada yang memulainya dari
sekarang. Terutama karena di sana-sini permukaan bumi sudah sangat
terbakar. Kalau agama saja bisa membuat manusia terbakar, tidak kebayang
betapa terbakarnya jiwa manusia yang dipenuhi oleh ambisi besar tentang
uang dan kekuasaan.
Setiap sahabat yang jernih bersih memandang kehidupan mengerti, tidak
ada manusia yang senantiasa dipuja. Bahkan orang suci yang paling suci
pun ada yang mencerca. Pekerjaan rumahnya kemudian, mari melatih diri
dan masyarakat untuk melihat cahaya keindahan di balik kekalahan.
Sebagaimana terlihat di keluarga, di tempat kerja, di sekolah, kapan
saja krisis terjadi, nasib sebuah unit sosial biasanya ditentukan oleh
pihak yang mau mengalah. Banyak sahabat yang keluarganya terbakar dan
bubar bercerita, di balik keluarga yang gagal diselamatkan selalu tidak
ditemukan permata jiwa yang mau mengalah. Padahal, banyak sekali luka
jiwa yang muncul kemudian setelah keluarga bubar dan terbakar.
Andaikan ada permata jiwa yang mau mengalah, banyak sekali keluarga
yang bisa diselamatkan, ada banyak sekali luka jiwa yang bisa
dihindarkan. Seorang sahabat psikolog dari Yogyakarta bercerita, bahkan
ayahandanya sudah wafat sekian puluh tahun pun luka jiwa yang
diakibatkan keluarga terbakar masih tersisa.
Hal yang sama terjadi dengan nasib bangsa-bangsa. Nasib sebuah
demokrasi di zaman yang serba terbakar sangat ditentukan oleh pihak yang
kalah. Pada putaran waktu ketika nyaris semua tokoh terbakar oleh nafsu
berlebihan agar senantiasa menang, di titik waktu seperti inilah
diharapkan lahir pemimpin yang menulis ulang mitos tentang kepahlawanan.
Dari pahlawan yang serba menang, menjadi pahlawan yang menemukan
keindahan di balik kekalahan. Dan di kedalaman yang dalam, inilah
pahlawan yang sesungguhnya.
Penulis buku “Sejarah Tuhan” Karen Armstrong berulang-ulang menulis, di
zaman ini dunia sangat mengagumi tokoh-tokoh seperti Nelson Mandela,
Bunda Teresa, Mahatma Gandhi dan YM Dalai Lama. Mereka memang tumbuh di
agama yang berbeda, tapi ada yang serupa diantara mereka yakni menemukan
keindahan di balik kekalahan.
- Sumber: gedeprama.blogdetik.com
- Sumber: gedeprama.blogdetik.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar