Di Prancis Selatan dan Spanyol Utara para arkeolog menemukan gua-gua
tua yang berumur puluhan ribu tahun. Di sana terpampang ukiran-ukiran
tua tentang pahlawan-pahlawan pemberani lengkap dengan binatang buas
hasil buruan mereka. Lewat peninggalan ini terlihat jelas, sudah puluhan
ribu tahun manusia mengidentikkan tokoh (pahlawan) sebagai orang yang
bertumbuh di tengah kekerasan. Belakangan ini diperparah oleh sejarah
agama-agama yang penuh kekerasan, negara-negara berkuasa yang mendapat
untung besar melalui penjualan senjata. Ujungnya, sejarah bertumbuh dari
satu kekerasan menuju kekerasan yang lain.
Sahabat-sahabat yang mata spiritualnya terbuka mengerti, keputusan
presiden AS Donald Trump melarang masuk 7 warga negara yang mayoritas
beragama tertentu, merubah secara sangat drastis perimbangan energi di
muka bumi. Kekerasan yang diharapkan dan didoakan oleh banyak pihak agar
menurun, ternyata malah tambah menyentuh hati. Di tengah putaran waktu
seperti ini, dunia memerlukan kembali Cahaya yang pernah memancar
melalui Mahatma Gandhi. Di banyak kesempatan, pria kurus yang tidak
punya rambut ini sering berpesan: “non-violence should never be used as a
shield for cowardice. It is a weapon for the brave”. Tanpa kekerasan
bukanlah perisainya jiwa penakut, tapi senjatanya para pemberani. Sebuah
cara pandang yang sangat melawan arus. Tapi terbukti bisa mengusir
tentara terkuat di dunia di tahun 1940an.
Banyak generasi baru yang bertanya penuh keraguan, apakah tanpa
kekerasan cocok diterapkan di zaman ini? Tergantung roh dan spirit yang
disimpan seseorang di balik tindakan tanpa kekerasan. Jika roh dan
spiritnya adalah uang dan kekuasaan, sebaiknya ide tanpa kekerasan
dilupakan saja. Tapi jika roh dan spiritnya adalah belas kasih
(compassion) untuk mengurangi beban penderitaan dunia yang sangat
menyentuh hati, jangan pernah ragu dengan ide tanpa kekerasan.
Perhatikan salah satu warisan jiwa bercahaya ini: “The rishis who
discovered the law of non-violence in the midst of violence were greater
geniuses than Newton. They were themselves greater warrior than
Wellington”.
Jiwa-jiwa suci yang menemukan tanpa kekerasan di tengah
zaman yang penuh kekerasan, mereka imuwan yang lebih agung dibandingkan
ilmuwan mana pun, mereka pahlawan lebih agung dibandingkan pahlawan mana
pun. Kesimpulannya, ikan tidak berubah menjadi ikan asin saat bertumbuh
di laut yang asin. Anda juga tidak perlu berubah menjadi manusia yang
tertarik dengan kekerasan, kendati tumbuh di zaman yang penuh dengan
kekerasan.
Penulis: Gede Prama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar