"BUMI TIDAK MEMERLUKAN BANYAK ORANG PINTAR, BUMI LEBIH MEMBUTUHKAN LEBIH BANYAK HATI YANG INDAH" - Terima Kasih Sudah Berkunjung, Jangan Lupa BACA dan BERKOMENTAR !

Kembali ke Sumber



“Lautan kerumitan”, itulah judul yang layak diberikan kepada para sahabat yang hidupnya terjun ke jurang berbahaya. Tidak puas sama pasangan hidup adalah sebuah kerumitan, selingkuh adalah kerumitan lain yang ditambahkan di sana. Orang tua wafat di usia muda adalah sebuah kerumitan, mencurigai orang mengirim black magic adalah memperpanjang daftar kerumitan yang sudah panjang. Merasa kurang secara ekonomi tentu saja sebentuk kerumitan, korupsi dan masuk penjara adalah kerumitan baru yang lebih berbahaya.

Seperti benang basah yang kusut, ia tidak bisa diurai. Serupa orang yang jatuh ke rawa-rawa berbahaya, semakin ia bergerak semakin ia tenggelam. Keadaannya mirip dengan sebuah pohon yang dipenuhi daun kering, inilah saat yang tepat untuk menoleh ke akar. Persisnya, di saat-saat seperti inilah seseorang disarankan kembali ke sumber.

Di jalan meditasi, sering terdengar pendapat seperti ini: “Anda tidak dikacaukan oleh orang lain, Anda dikacaukan oleh pikiran Anda yang tidak terlatih”. Membandingkan secara berlebihan, tidak pernah puas, di sini resah di sana gelisah, di rumah bermasalah di kantor marah-marah, itulah sebagian contoh manusia yang dikacaukan oleh pikirannya sendiri.

Serupa kolam yang keruh sehingga semuanya gelap tidak kelihatan apa-apa, tidak ada jalan lain selain segera berhenti mengaduk-aduk kolam. Kapan saja kolamnya hening dan bening, di sana terlihat secara terang benderang apa-apa yang sebaiknya dilakukan dalam kehidupan.

Membuat pikiran agar hening dan bening, itulah tugas penting meditasi. Anda yang diombang-ambingkan oleh lingkungan, belajar menjauh dan berjarak dengan lingkungan. Anda yang dibuat kacau oleh keinginan berlebihan, belajar menyederhanakan keinginan. Anda yang dibuat nyaris gila oleh keinginan terlalu kuat untuk selalu disebut lebih dibandingkan orang lain, inilah saatnya untuk belajar hati-hati dan rendah hati.

Dan akar dari segala akar, sumber dari segala sumber, kehidupan selalu mengalir. Serupa malam yang mengalir menuju siang, duka cita di sebuah waktu mengalir menjadi suka cita di waktu lain. Musibah di hari tertentu mengalir menjadi berkah di waktu lain. Cacian di saat tertentu bisa menjadi pujian di saat yang lain. Suka tidak suka, demikianlah hukumnya. Ada yang menyebut ini sebagai God as a law (Tuhan sebagai sebuah hukum).

Memaksa agar sukacita bertahan selama-lamanya, itulah akar banyak kerumitan. Melekat agar kesuksesan terus menerus datang, itulah sungai yang membawa seseorang mengalir menuju lautan kerumitan. Sebaliknya, mengerti dalam-dalam sifat semuanya yang mengalir, dan pada saat yang sama mengalir sempurna dengan setiap kekinian, itulah benih-benih kesembuhan sekaligus kedamaian.

Dalam filosofi zen ada ungkapan tua yang berbunyi seperti ini: “meditasi adalah makan di saat lapar, minum tatkala haus, tidur manakala mengantuk”. Sederhananya, setiap gerak kehidupan bisa menjadi meditasi mendalam. Sejauh seseorang melakukannya dengan sepenuhnya mengalir.

Manakala perut lapar, mengalirlah dengan panggilan makan. Di saat kerongkongan haus, mengalirlah bersama kegiatan minum. Tatkala mata mengantuk, mengalirlah bersama panggilan kehidupan bernama tidur. Dan para sahabat yang meditasinya mendalam mengerti, ia yang menyatu dengan saat ini sesungguhnya sedang melakukan persiapan terbaik menuju masa depan.

Dengan cara hidup seperti ini, pikiran akan mudah mencapai keadaan yang hening dan bening. Sekaligus inilah cara indah untuk menjauh dari lautan kerumitan. Di tingkatan pikiran yang hening dan bening seperti ini, sering terdengar pesan seperti ini: “seperti sepasang sayap burung, keheningan yang berpasangan dengan belas kasih (compassion), itulah sumber segala sumber”.




- Sumber: www.belkedamaian.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri Populer