"BUMI TIDAK MEMERLUKAN BANYAK ORANG PINTAR, BUMI LEBIH MEMBUTUHKAN LEBIH BANYAK HATI YANG INDAH" - Terima Kasih Sudah Berkunjung, Jangan Lupa BACA dan BERKOMENTAR !

Damai, Damai, Damai

“Di zaman dulu, manusia disebut pahlawan karena berani menghancurkan kehidupan. Di zaman ini, orang disebut pahlawan karena berani menyayangi kehidupan”
“Menyembah yang tidak terlihat, tapi menghancurkan yang terlihat”, itulah yang dilakukan sebagian jiwa-jiwa menderita yang tergoda untuk melakukan kekerasan. Jangankan manusia biasa, bahkan tempat suci pun dihancurkan. Sedih tentu saja, namun kesedihan bukan benih-benih kekerasan. Kesedihan adalah undangan untuk memercikkan tirtha memaafkan dan kasih sayang pada setiap api kekerasan.

Sikap seperti ini diperlukan, terutama karena penderitaan hadir di mana-mana. Jika di negara berkembang manusia tidak bisa makan karena miskin, di negara maju yang kaya jumlah manusia yang tidak bisa makan juga meningkat terus. Tentu bukan karena miskin, melainkan tidak bisa makan karena ketakutan yang berujung pada gangguan kesehatan.

Seorang kawan yang bekerja di sebuah kapal pesiar super mewah dan super mahal bercerita, tidak sedikit orang super kaya dari negeri yang kaya yang hanya minta dibikinkan telur rebus. Itu pun sebagian dikembalikan karena tidak bisa dimakan. Pelajarannya sederhana, orang miskin menderita karena kekurangan, orang kaya menderita karena takut kehilangan.

Dan mirip dengan kegelapan yang mengundang datangnya cahaya, hawa panas penderitaan di mana-mana mengundang banyak jiwa untuk sebanyak mungkin berbagi hawa kesejukan. Tidak perlu menunggu menjadi besar dan terkenal. Cukup dimulai dengan apa-apa yang bisa dilakukan di lingkungan masing-masing.

Seorang wanita bule di Ubud Bali rajin sekali memberikan makanan setiap hari pada anjing-anjing jalanan yang tidak bertuan. Ini sudah dilakukan selama bertahun-tahun. Tatkala ditanyakan hasilnya, wanita ini menjawab sambil tersenyum indah sekali: “hadiah terindah cinta adalah cinta itu sendiri”.

Dengan kata lain, siapa saja yang terus menerus melakukan cinta dan kebaikan, sesungguhnya sedang melahirkan cinta dan kebaikan di dalam diri. Tatkala cinta dan kebaikan lahir di dalam diri, yang pertama kali sejuk dan teduh adalah yang bersangkutan.

Di bagian selatan bumi bernama Australia pernah ada nenek yang merayakan ulang tahun yang ke 100. Padahal ia ditinggal meninggal sama suaminya selama 48 tahun serta tidak pernah menikah lagi. Saat ditanya rahasianya apa, dengan tatapan mata yang polos nenek ini bergumam: “tatkala kita merawat kehidupan, kita juga dirawat oleh kehidupan”.

Itu alasan kenapa nenek ini selalu menyirami tanaman begitu bangun pagi, memberi makan pada kucing kesayangannya, merawat semua benda-benda peninggalan almarhum suaminya, sering mengundang cucu-cucunya untuk menikmati kue bikinan sang nenek.

Pesan bimbingannya sederhana, alam dan kehidupan mirip dengan jejaring laba-laba. Apa yang dilakukan di sana akan balik ke diri yang bersangkutan. Ia yang berbagi senyuman akan mendapatkan senyuman. Ia yang berbagi cahaya akan mendapatkan cahaya. Ia yang sering mendekap akan didekap balik.

Siapa saja yang mengerti dan menerapkan ini dalam-dalam, suatu hari tidak saja menemukan kehidupan yang sejuk dan lembut, tapi juga berbagi kesejukan dan kelembutan kepada dunia yang sedang panas dan ganas di sana-sini. Sekaligus, inilah tirtha yang sangat dibutuhkan oleh dunia yang sedang terbakar di sana-sini. Siapa saja yang tekun dan tulus memercikkan tirtha kesejukan dan kelembutan setiap hari, setiap langkahnya berbunyi seperti ini: “damai, damai, damai”.

“Sebuah sikap yang indah memancarkan jauh lebih banyak cahaya dibandingkan dengan jutaan manusia yang marah-marah



- Sumber: www.belkedamaian.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri Populer