"BUMI TIDAK MEMERLUKAN BANYAK ORANG PINTAR, BUMI LEBIH MEMBUTUHKAN LEBIH BANYAK HATI YANG INDAH" - Terima Kasih Sudah Berkunjung, Jangan Lupa BACA dan BERKOMENTAR !

Senin, 29 Mei 2017

Guru yang menyamar

Ditulis oleh Gede Prama
 
Seorang sahabat yang sudah membaca ribuan judul buku, telah belajar ke manca negara, berjumpa sejumlah tokoh kaliber dunia bercerita, ada saatnya jiwa itu jenuh sekali dengan kegiatan belajar ke luar seperti membaca, mendengarkan ceramah, belajar dari pengalaman orang lain. Pada saat yang sama muncul kerinduan mendalam untuk belajar ke dalam.

Persisnya, berguru pada Cahaya yang bersemayam di dalam. Meminjam salah satu pesan indah Upanishad: “belajar apa-apa yang tidak bisa diajarkan”. Sejenis cara belajar yang tidak kebayang bagi orang kebanyakan. Ia lebih sulit lagi dimengerti oleh orang-orang yang sedikit-sedikit lari dari kesulitan.

Namun, bagi jiwa-jiwa yang dalam, ini pilihan jalan yang tidak bisa dihindari. Ia satu-satunya jalan yang tersedia kalau seseorang mau perjalanan jiwanya dalam mengagumkan. Meminjam sebuah ungkapan tua: “begitu muridnya siap, Guru akan datang”. Catatannya, wajah Guru yang datang tidak seperti yang dibayangkan banyak orang.

Di tingkatan ini, wajah Guru yang datang sebagian besar menyakitkan dan menakutkan. Mungkin itu sebabnya, di tempat-tempat suci yang berbau Tantra, simbol-simbol yang dipamerkan adalah simbol-simbol yang seram dan menakutkan. Kalau jiwanya belum dewasa, jangan coba-coba memasuki wilayah ini.

Sebagai pintu pembuka di jalan ini, kehidupan akan ditandai oleh banyak kesulitan. Tidak saja sulit secara material, tapi juga sulit secara spiritual. Dan semakin lama, kesulitan datang dari orang yang semakin dekat. Dalam kadar yang semakin berat. Yang membuat sang jalan lebih menantang, ia tidak memberi pilihan untuk lari menjauh. Satu-satunya pilihan yang tersedia adalah dihadapi.

Ia bisa muncul dalam bentuk anak bermasalah, pasangan hidup yang penuh musibah, orang tua yang banyak maunya. Dan semakin lama beban itu tidak semakin ringan. Sebaliknya semakin berat dan semakin berat. Sampai di suatu titik, seseorang tidak punya pilihan lain selain bersahabat dekat dengan kepasrahan dan keikhlasan. Anehnya, setelah didekap lembut dengan keikhlasan, ada saja keajaiban yang datang sebagai penyelamat.

Jika buku yang ditulis manusia ada bab terakhirnya yang membawa kesimpulan, buku kehidupan yang ditulis Tuhan tidak mengenal bab terakhir. Tidak juga mengenal kesimpulan terakhir. Yang ada adalah cobaan yang tidak mengenal akhir. Itu sebabnya, bagi jiwa-jiwa yang dalam tidak ada waktu yang sepenuhnya bebas dari cobaan dan godaan.

Meminjam dari psikolog kondang Carl G. Jung, sejauh seseorang masih memiliki ruang gelap di dalam (baca: sesuatu yang ditekan dan ditolak), sejauh itu juga yang bersangkutan akan diikuti oleh bayangan ke mana saja ia pergi. Ia bisa orang yang membenci, mencaci, menyerang, menjatuhkan, serta mendorong jiwa agar masuk jurang.

Anehnya, mirip dengan menghindari bayangan sendiri, semakin cobaan itu dihindari, ia akan semakin mengejar. Di tingkat seperti itu, seorang pencari tidak punya pilihan lain selain bersahabat dekat dengan keikhlasan. Di Tantra, ia disebut bakti yang mendalam kepada Guru. Jangankan nama baik dan reputasi, bahkan nyawa ini pun kalau mau diambil dipersembahkan kepada Guru.

Di Buddha ada cerita bercahaya Jetsun Milarepa yang menyerahkan nyawanya pada Gurunya Marpa. Di Hindu ada kisah indah Mahatma Gandhi, yang tatkala tubuhnya ditembus peluru panas, beliau memanggil nama Guru: “Shri Ram, Shri Ram…”. Begitulah perjalanan jiwa-jiwa yang dalam. Guru bisa menyamar dengan berbagai wajah. Dari sangat menakutkan sampai sangat menyenangkan.

Entri Populer