"BUMI TIDAK MEMERLUKAN BANYAK ORANG PINTAR, BUMI LEBIH MEMBUTUHKAN LEBIH BANYAK HATI YANG INDAH" - Terima Kasih Sudah Berkunjung, Jangan Lupa BACA dan BERKOMENTAR !

Tri Kaya Parisudha

Tri artinya tiga, Kaya artinya gerak, usaha dan Parisudha artinya suci atau kesucian. Jadi Tri Kaya Parisudha artinya tiga gerak perbuatan dan tingkah laku manusia yang harus disucikan dengan sebaik-baiknya, yaitu :
  1. Manacika : berpikir / pikiran yang baik dan suci. 
  2. Wacika : berkata / perkataan yang baik dan benar 
  3. Kayika : berbuat / laksana yang baik dan jujur
Dengan adanya pikiran yang baik dan suci akan timbul perkataan yang baik. Dengan adanya pikiran dan perkataan yang baik dan suci akan terwujudlah perbuatan yang baik dan benar juga.

Maka dari itulah kita harus memupuk persatuan dan kesatuan pikiran, perkataan dan perbuatan yang baik dan suci berethika (bersusila).

Dari Tri Kaya Parisudha timbullah sepuluh macam pengendalian diri yang disebut Karma Patha, yaitu terdiri dari :
  • Tiga macam berdasarkan pikiran 
  • Empat macam berdasarkan perkataan 
  • Tiga macam berdasarkan perbuatan/prilaku
- Tiga macam yang berdasarkan pikiran yaitu :
  1. Tidak menginginkan dan tidak dengki terhadap milik orang lain. Perbuatan ini dapat menimbulkan kecendrungan yang negatif, seperti rasa iri. Hidup dalam keadaan iri akan membuat kita menderita. Sifat iri ini timbul karena kurang tumbuhnya rasa kasih sayang terhadap sesama. Pikiran akan menjadi suci (ning) bila tidak menginginkan milik orang lain serta tidak membenci milik orang lain. 
  2. Tidak berpikiran buruk terhadap orang lain dan makhluk lain. Semua makhluk hidup berasal dari atma yang sama, yaitu Ida Sang Hyang Widhi. Beliau menakdirkan, ada makhluk yang bernasib baik dan ada yang bernasib buruk sesuai karmanya masing-masing. Orang yang hidup sehat dan berumur panjang salah satu penyebabnya karena ia menumbuhkan rasa cinta kasih kepada semua makhluk. 
  3. Tidak mengingkari adanya hukum karmaphala. Hal ini sangat penting untuk dipahami dan dihayati, siapa yang berbuat baik akan mendapat pahala yang baik dan siapa yang berbuat buruk sudah dapat dipastikan akan mendapatkan hasil yang buruk. Harus kita yakini benar kesungguhan hukum Tuhan tersebut. Meskipun kita melihat orang berbuat buruk pada saat ini dan kenyataannya ia bernasib baik, itupun karena hukum karmaphala juga. Nasib baik yang ia terima saat ini pasti karena perbuatan baik sebelumnya yang ia lakukan. Sedangkan perbuatan buruk yang dilakukan saat ini sudah pasti akibatnya akan diterima kelak, entah kapan. Orang yang selalu berusaha mengendalikan pikiran dan diarahkan pada niat suci akan jarang mendapat persoalan sulit dalam kehidupannya di masyarakat. 
Memang telah menjadi kenyataan apabila perhatian benar-benar segala perbuatan manusia di dunia ini berpangkal pada pikiran. Pikiranlah yang merupakan pangkal segala perbuatan. Pikiran yang baik akan menimbulkan perbuatan baik dan pikiran yang tak baik akan menimbulkan perbuatan yang tak baik pula.
Oleh karena itu kita wajib berusaha selalu mengontrol dan mengendalikan jalan pikiran kita agar tidak bergerak kearah yang tidak baik. Kalau sifat dengki, loba, irihati, marah dan nafsu-nafsu yang rendah timbul dari pikiran yang tak terkontrol dan tidak terkendalikan. Seperti disebutkan dalam kitab Sarasamuscaya seperti berikut ini:

“Apan ikang manah ngaranya ya ika witning indriya, maprawreti ta ya ring Çubhãçubha karma, matangnyan ikang manah juga prihen kakretannya sakareng”
(Sarasamuscaya,VII,86).

Maksudnya :

Oleh karena pikiran itu merupakan asal nafsu dan asal mulanya perbuatan yang baik maupun yang buruk, maka dari itu usahakanlah pengendalian pikiran itu dari sekarang juga. Jadi singkatnya pengendalian pikiran dan nafsu itulah factor terpenting didalam kehidupan manusia.

- Empat macam berdasarkan perkataan, yaitu :
  1. Tidak suka mencaci maki / berkata jahat (Ujar ahala). Mencaci maki atau berkata jahat yang terucap akan dapat mencemarkan vibrasi kesucian. Karena dalam kata-kata yang jahat terdapat gelombang yang mengganggu keseimbangan vibrasi kesucian. 
  2. Tidak berkata kasar (Ujar aprgas). Kata-kata kasar sangat menyakitkan bagi yang mendengarkan. Perlu diperhatikan, meskipun niat baik, jika diucapkan dengan kata-kata yang kasar maka niat baik itu akan turun nilainya/menjadi tidak baik. Bagi yang mempunyai kebiasaan berkata kasar, berjuanglah untuk merubahnya.  
  3. Tidak memfitnah (Rajapisuna). Ada pepatah mengatakan fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan. Dalam persaingan hidup, orang sering melakukan persaingan dengan cara memfitnah agar lawan dengan mudah dikalahkan. Kalau tidak mampu berbuat lebih dari kenyataan maka fitnahpun akan untuk senjata agar kelihatan lebih dari yang lain. Cegahlah lidah agar tidak mengucapkan kata-kata fitnah.  
  4. Tidak ingkar pada janji dan ucapan. Berbohong sering dilakukan untuk menutupi kekurangan diri. Agar kelihatan lebih dari orang lain berbohongpun sering dilakukan. Menghilangkan kebiasaan berbohong ini haruslah dibiasakan untuk rela menerima apa adanya sesuai dengan karma kita.
Demikianlah empat hal yang harus dibiasakan agar tidak keluar dari lidah kita kata-kata yang tidak baik atau menyakitkan. Kata-kata ibarat pisau bermata dua, di satu pihak bisa mendatangkan kebahagiaan dan di lain pihak bisa mendatangkan penderitaan bahkan kematian, seperti termuat dalam kitab Nitisastra berikut ini :

“Wasita nimitanta manemu laksmi,
Wasita nimitanta pati kapangguh,
Wasita nimitanta manemu duhka,
Wasita nimitanta manemu mitra”

(Nitiswastra,V.3)

Maksudnya :

Oleh perkataan engkau akan mendapatkan bahagia,
Oleh perkataan engkau akan menemui ajalmu,
Oleh perkataan engkau akan mendapatkan kesusahan, dan Oleh perkataan engkau akan mendapatkan sahabat.


- Tiga macam pengendalian yang berdasarkan perbuatan, yaitu :
  1. Tidak menyakiti atau tidak membunuh makhluk lain (Ahimsa). Pada umumnya ahimsa diartikan tidak boleh membunuh atau tidak menyakiti secara fisik, tetapi bila segala prilaku itu menyebabkan orang lain sakit hatinya juga tergolong perbuatan himsa. Ahimsa tergolong sifat-sifat kedewataan (Daiwi Sampad). Orang yang berhasil menumbuhkembangkan sifat-sifat kedewataan akan lebih mudah meraih karunia dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Dengan terpeliharanya ajaran ahimsa berarti tidak ada kekerasan dalam kehidupan bersama di dunia ini. Hakikat dari manusia hidup di dunia ini adalah bersaudara.  
  2. Tidak mencuri, merampok, mengambil hak orang lain secara tidak sah. Intinya seseorang tidak terlalu terikat oleh benda-benda duniawi, serta senang melakukan amal. Jika kesucian perbuatan tidak dijaga akan berakibat terjadinya pemaksaan terhadap oaring lain yang berimbas kepada tidak adanya hubungan yang harmonis sehingga tidak akan tercapai kedamaian di hati, kedamaian di bumi dan kedamaian di akhirat.  
  3. Tidak berzinah. Berzinah merupakan perbuatan yang sangat hina dan terkutuk. Perbuatan ini harus dikendalikan karena bisa menimbulkan kemerosotan moral. Berzinah artinya sikap suka memperkosa wanita atau istri orang lain. Larangan melakukan zinah itu memang wajar, karena jika dibiarkan maka kemerosotan moral akan makin memuncak. Banyak terjadi pelacuran atau tuna susila maka kehidupan kita sebagai manusia yang menjunjung tinggi budaya dan agama menjadi hancur. Adapun yang termasuk perbuatan berzinah (paradara) adalah :

  • Mengadakan hubungan kelamin dengan suami/istri orang lain 
  • Mengadakan hubungan kelamin (sex) antara pria dan wanita dengan jalan tidak sah 
  • Mengadakan hubungan kelamin dengan paksa artinya tidak atas dasar cinta sama cinta (perkosaan) 
  • Mengadakan hubungan kelamin atau sex yang dilarang oleh agama.
Hal ini sangat ditentukan oleh proses berpikir seseorang. Artinya bila pikirannya dilandasi oleh niat yang baik, itikad yang baik, maka seseorang akan mampu mengendali-kan indrianya dan akan menyebabkan orang lain senang dan bahagia, seperti diuraikan dalam kitab Sarasamuscaya, berikut ini :

“Nihan yan tan ulahakena, syamatimati mangahalahal, siparadara, nahan tan telu ulahakena ring asing ring parihasa, ring apatkala, ri pangipyan tuwi singgahana jugeka.”
(Sarasamuscaya,76).

Maksudnya :

Inilah yang tidak patut dilakukan : membunuh, mencuri, berbuat zinah, ketiganya itu jangan hendaknya dilakukan terhadap siapapun, baik secara berolok-olok, bersendagurau, baik dalam keadaan dirundung malang, keadaan darurat dalam khayalan sekalipun, hendaknya dihindari saja ketiganya itu.



Didalam ajaran agama Hindu ditandaskan bahwa segala perbuatan baik ataupun buruk yang dilakukan oleh manusia walaupun hanya baru dalam angan-angan saja, pasti akan berpahala. Dalam pribahasa dikatakan: “Ala ulah, ala tinemu, ayu kinardi, ayu pinanggih.”

Yang artinya apapun yang kita perbuat begitulah hasilnya. Buruk dibuat buruk hasilnya. Baik dibuat pasti baik hasilnya. Sebagaimana halnya kita menanam bibit padi pastilah padi (beras) hasilnya tidak mungkin orang menanam bibit padi akan menghasilkan jagung atau ketela.

Demikianlah, maka kesimpulannya bahwa barang siapa yang menjunjung tinggi dan melaksanakan ajaran Tri Kaya Parisudha dengan sungguh-sungguh akhirnya ia pasti akan berhasil mencapai kesempurnaan yang tertinggi.


Dapat merasakan penderitaan orang lain: Ukuran rasa kemanusiaan seseorang adalah apabila dia dapat merasakan penderitaan orang lain sebagai penderitaannya. Karena dirasakan sebagai penderitaannya maka ia sendiri akan ikut aktif menanggulangi penderitaan orang lain. Ikut serta menanggulangi penderitaan orang lain adalah sesuai dengan kemampuan dan swadharma masing-masing.

Dalam system kehidupan yang modern dewasa ini sesungguhnya banyak pihak yang mendapat kesempatan untuk mengamalkan rasa kemanusiaannya. Sayang kebanyakan orang tidak menggunakan kesempatan ini untuk mengamalkan rasa kemanusiaannya. Justru penderitaan orang lain sering dijadikan ajang untuk mencari keuntungan guna memperkaya diri sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri Populer