Apa yang sesungguhnya berada di balik perilaku manusia anarkis?, itu
pertanyaan banyak manusia sejak dulu. Ada yang mengkaitkannya dengan
agama, ada yang mengkaitkannya dengan trauma, ada yang mengkaitkannya
dengan jiwa yang miskin cahaya. Dan Anda pun boleh menambahkannya dengan
daftar yang lain. Tapi setelah berjumpa ribuan sahabat yang sakit
begini sakit begitu, ribuan remaja yang berpotensi untuk berbuat
anarkis, di sana ada kilatan cahaya pengertian yang muncul, ternyata
perasaan tidak pernah cukup menjadi kekuatan yang menentukan di balik
perilaku manusia yang anarkis. Perasaan tidak cukup inilah yang membuat
remaja mencari pacar, orang dewasa mencari pasangan hidup, bahkan orang
dewasa yang sudah punya pasangan hidup pun ada yang selingkuh. Jangankan
orang miskin, bahkan manusia sudah sangat kaya pun masih merasa jauh
dari cukup.
Lingkungan seperti ini diperparah lagi oleh godaan iklan setiap hari.
Semua iklan menggoda dengan pesan seperti ini: “Anda bisa hidup jauh
lebih bahagia kalau membeli barang-jasa kami yang terbaru”. Di Barat di
mana konsumerisme sudah bertumbuh jauh lebih dahulu ditemukan penemuan
yang sangat menyentuh hati: “jika di negara-negara berkembang manusia
tidak bisa makan karena tidak punya uang, di negara-negara maju
ditemukan sejumlah manusia yang juga tidak bisa makan – jumlahnya juga
terus menerus bertumbuh dari tahun ke tahun, tentu bukan karena tidak
punya uang. Tapi karena hidupnya penuh ketakutan”. Di titik inilah
diperlukan kehadiran pahlawan spiritual seperti Laurie Ashner dan Mitch
Meyerson, yang menulis buku indah “When Is Enough, Enough?”. Kapan cukup
itu terasa cukup?. Sebuah pertanyaan besar yang sangat sulit untuk
dijawab.
Sebagai bahan awal untuk bertindak, cermati salah satu temuan Ashner
dan Meyerson: “ketika kita menekan perasaan yang menyakitkan, kita juga
kehilangan perasaan yang membahagiakan”. Teman-teman yang belajar
psikologi mengerti, tumpukan perasaan-perasaan yang ditekan sejak saat
kecil itulah yang mengikuti manusia seperti bayangan yang mengikuti
tubuh ke mana pun ia pergi. Salah satu wajah sang bayangan yang muncul
di usia dewasa atau usia tua adalah perasaan tidak pernah cukup.
Terinspirasi dari sini, latih diri untuk sesedikit mungkin menekan sejak
awal. Temukan sarana mengekspresikan diri secara sehat dan selamat.
Entah menulis entah melukis.
Kemudian, sembuhkan jiwa dengan banyak
menolong serta sesedikit mungkin menyakiti. Mengutip salah satu bagian
buku Ashner dan Meyerson: “empati sejati adalah karunia yang hanya
diterima oleh segelintir orang”. Dengan kata lain, tatkala Anda
berempati dengan penderitaan orang lain, Anda tidak saja sedang
menyembuhkan diri, tapi juga sedang membuat jiwa Anda penuh dengan
karunia.
Penulis: Gede Prama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar